![]() |
Nyai Ontosoroh diperankan oleh Ine Febrianti |
"Kita telah melawan nak, Nyo. Sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya"
Itulah penggalan kata dari Nyai Ontosoroh yang mengakhiri perlawanannya dalam novel Bumi Manusia, novel pertama tetralogi Pulau Buru karya Pramoedya Ananta Toer.
Diceritakan, Nyai Ontosoroh adalah gadis pribumi bernama asli Sanikem, akhir abad ke 18. Ia adalah anak dari Sastrotomo, seorang juru tulis di sebuah pabrik. Karena keserakahan, ia mau naik jabatan menjadi juru bayar, kasir. Ia menjual anaknya, Sanikem.
Ia dijual pada seorang berbangsa Belanda bernama Herman Mellema, penguasa pabrik tempat ayahnya bekerja.
Kepada anaknya, Annelies, Nyai Ontosoroh mengisahkan dirinya yang berusia 14 tahun dijual dan dipaksa keluar dari rumah oleh ayahnya sendiri.
"Tengok rumahmu itu, Ikem. Mulai hari ini itu bukan rumahmu lagi"
"Begitulah, Ann, upacara sederhana bagaimana seorang anak yang telah dijual oleh ayahnya sendiri"
Setelah diusir keluar dari rumahnya, Sanikem tahu dirinya telah dijual, dengan itu atas keputusan sendiri ia menanggalkan namanya, Sanikem. Ia memutus hubungan dengan orang tuanya kemudian tumbuh sebagai sosok Nyai yang punya prinsip.
Untungnya, Herman Mellema tidak sekejam yang ia takutkan. Herman Mellema mengajarinya baca tulis dan menghitung, mengurus kantor hingga cara berpakaian para pejabat Belanda.
Nyai Ontosoroh rupanya perempuan yang cerdas, ia belajar lebih cepat dari apa yang diajarkan oleh Herman Mellema.
Ia tahu, hukum Hindia Belanda tidak mengamini dirinya sebagai istri sah dari Herman Mellema. Begitu juga dengan kedua anaknya, Robert dan Annelies.
Jika sewaktu-waktu Herman Mellema mati atau meninggalkannya, maka ia tak punya hak apa-apa atas harta Mellema. Sialnya hari itu benar adanya, Herman Mellema mati keracunan.
Sejak kematiannya, anak sah Herman Mellema dari Belanda datang menuntut harta ayahnya.
Perlawanan Nyai Ontosoroh dimulai.
Ia dengan tegak berdiri menentang hukum Hindia Belanda yang rasial dan menentang nilai-nilai kemanusiaan. Hukum para penguasa Belanda tidak mengakui Annelies dan Robert sebagai anak dari Nyai Ontosoroh, mereka hanya anak Herman Mellema sebab status Nyai Ontosoroh hanyalah sebagai gundik, bukan istri sah menurut hukum Hindia Belanda.
Kongkalikong para penguasa Belanda bukanlah hal yang dapat menyurutkan mentalnya.
Nyai Ontosoroh sama sekali tidak gentar, ia mendobrak keangkuhan hukum para penguasa Belanda dengan mempertahankan hak haknya sebagai istri, perempuan, ibu dan sebagai manusia.
Dalam upayanya membela haknya, ia tetap mengatur bisnis, peternakan dan pertanian milik Herman Mellema.
Meskipun kita semua tahu pada akhirnya Nyai Ontosoroh akan kalah, ia adalah manifestasi dari keberanian dan kecerdasan sebagai seorang perempuan pribumi.
1 comments
Minke
BalasHapus