Sepanjang jalan, sejauh pandang
Trotoar lengang dari pengamen kecil
Barangkali, ia sedang melilit perut menipu takdir, menyamarkan lapar dari bau restoran, atau uluran tangan sesama fakir
Melipat diri dan merengkuh nafas dalam selokan kota, tempatnya mencipta ruang ilusi
Tapi matanya tak terpejam, sebab perutnya terus berbunyi
Hahh...!!!
Betapa brengseknya kota ini
Tak gelisah melihat pengamen kecil berebut sisa makan dengan tikus dan kecoa di tong sampah sembari memuji-muji ilahi
Lampu merah mengintai curiga,
Suara halus memilukan diiringi tamborin merayu Dewi Fortuna
Pengamen kecil dikejar aparat, dan dibekuk nasib malang yang terlalu liar untuk diterka
Tukang becak tidur pulas diterbangkan mimpi ke batas imajinasi
Pemulung dan aroma sampah sibuk bertikai
Caleg dan kolega menggantung di tiang listrik, tertawa jenaka melihat dagelan siang ini
Malam kembali perawan,
Pengamen kecil berwajah lebam dilepaskan di pinggir jalan, koin seratusan berhamburan dari genggaman
Malam kembali sunyi sebab perutnya tak lagi berbunyi
Lampu jalan dan selokan kota merebak bau amis seperih belati, tikus dan kecoa berpesta tanpa saingan di tong sampah sambil menari-nari
Jalan kota lengang, trotoar terhampar bisu, agamawan hanyut merapal doa-doa nabi, pengamen kecil tergeletak tanpa suara, tanpa harapan dan denyut nadi
Ia lepaskan dari jari-jari yang dingin, dan harapan yang tumbuh di pucuk melati, diterbangkan menyibak cakrawala menuju ananta
Tuhan tersenyum menyambut nya,
Pengamen kecil mencumbui takdir seirama tuhan bertitah
Makassar, 20 Mei 2020
Versi audio tersedia di https://youtu.be/ugdQyGWxnmg?si=VS_n1aBWH2Roh_QZ
0 comments