![]() |
Tan Malaka |
"Idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimilik oleh seorang pemuda" Tan Malaka.
Anggaplah quote ini sebagai pengantar sekaligus sebagai kesimpulan.
Sampai kini, saya masih berada di persimpangan antara kebingungan dan ketidaktahuan dalam mendefinisikan arti kata yang di ucapkan oleh oleh bapak Republik Indonesia ini.
kebingungan karena aku mendefinisikan idealisme sebagai "Idea" atau alam lain yang lebih sempurna daripada realitas seperti yang dimaksudkan Plato sebagai antitesis dari materialisme. Atau idealisme yang secara umum kita pahami sebagai kepercayaan, pegangan, prinsip atau bentuk sempurna dari sesuatu.
Ketidaktahuan, karena saya sendiri masih belum terlalu paham tentang makna idealisme itu sendiri.
Nah, di tulisan saya kali ini, saya ingin dan memang hanya sedangkal itu pengetahuan saya dalam memaknai kata dari Tan Malaka soal idealisme. Dalam hal ini, idealisme sebagai pegangan hidup.
PRINSIP
Sejak dulu, sejak masih di sekolah menengah atas saya selalu mengangumi orang orang yang punya keyakinan dan pegangan dalam menjalani hidup. Saya mengagumi Sukarno dengan nasionalisme dan Marhaenismenya, saya mengagumi Bung Hatta dengan kesederhanaanya, Iwan Fals dengan lagu-lagunya yang tajam, saya mengagumi Kartosuwiryo dengan keyakinannya, Tokoh-tokoh pendiri llluminati, Kaum Puritan dengan anti mewahnya, Pablo Escobar dengan keberaniannya, bahkan Adolf Hitler dengan paham ras Arya nya, dan masih banyak lagi.
Terlepas dari kontroversinya masing-masing, mereka memiliki satu hal yang relatif sama, idealisme. dalam bahasa sederhana yang saya pahami, itulah prinsip. Barangkali karena perbedaan konteks dan zaman.
Pada akhirnya, saya menyadari sesuatu dalam perspektif dan kacamata pribadi, seseorang akan memenuhi kodrat sebagai mahluk yang berakal apabila ia memiliki prinsip yang dijadikannya sebagai pegangan hidup, bahkan pada orang yang berprinsip untuk tidak memiliki prinsip. paradoks? bisa jadi.
Saya teringat dengan kata salah satu penulis, Mas Juju "Menjadi tuan atas diri sendiri".
Saya tidak senang dengan sikap orang-orang FOMO. Orang-orang yang melakukan sesuatu hanya karena mengikuti trend atau karena ingin terlihat seperti orang lain.
Saya lebih suka melihat orang yang urakan atau bahkan "jahat" sekalipun tetapi mengikuti isi kepalanya sendiri, melakukan kesenangannya murni karena pikiran dan prinsipnya.
Bagi saya, prinsip adalah apa yang dimaksudkan oleh Bung Tan.
Sebagai manusia, saya tidak mau diatur. Saya suka mendebat jika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan dan pikiran atau saya diamkan sekalian. Bukan karena egois, tapi karena berkaitan segala sesuatu, saya punya prinsip dan pemikiran sendiri.
Prinsip lah yang buat saya bertahan dengan gaya dan isi kepala. Terlihat kolot dan kuno, bagi saya itu jauh lebih berharga daripada saya harus mengikuti pemikiran lain yang tidak sesuai dengan isi kepala saya, didikte. Dengan itu pulalah, saya mampu mengontrol diri sejauh apa saya harus berjuang dan kapan harus berhenti. Lebih jauh, dengan prinsip, saya dapat mengerti bagaimana dan apa itu harga diri.
Apakah tidak bisa berubah? jawabannya bisa, saya selalu terbuka dengan ide dan pikiran baru selama pikiran kontra itu bisa dirasionalkan pada saya, caranya? diskusi.
Baru-baru ini, saya memutuskan untuk golput, tidak memilih siapapun diantara ketiga calon presiden, ataupun satu diantara ratusan caleg. Alasannya, dari semua calon, belum ada yang memenuhi standar yang saya buat secara pribadi. Menganggu orang lain? tentu tidak, kecuali orang-orang fomo yang saya katakan tadi, fanatik buta, dan ikut-ikutan, ingin mendikte untuk mengarahkan saya pada calon dukungannya, meskipun begitulah kerja politik kekuasaan dewasa ini.
Di sisi lain, saya juga mengagumi orang-orang yang memilih salah satu calon karena mempunyai pemikiran dan perhitungan yang matang.
Sebagai laki-laki saya cukup (sorry to say) patriarki. Seperti pemahaman kuno, saya meyakini bahwa laki-laki selalu unggul di atas perempuan dari segi kekuatan fisik. Tapi disisi lain saya menerima pendapat bahwa perempuan dan laki-laki memiliki tempat yang setara dalam hal pikiran, kemampuan non fisik, mental, kognisi dan leadership.
Laki-laki akan selalu berbeda dengan perempuan dalam konteks tertentu, tapi dalam hal yang semestinya dan sifatnya non kodrat, mereka setara. itulah yang membuat saya terbuka untuk beberapa paham feminis.
Saya pernah bertemu dengan seseorang pada tahun 2018, dari perbincangan yang lumayan panjang dia mengatakan "Aku selalu menilai orang dari ketampanan, hingga saya sadar bahwa prinsip hidup, isi kepala dan wawasan jauh lebih penting daripada sekadar tampilan wajah" Kata-kata itu begitu melekat dalam ingatan saya hingga menginspirasi saya menulis sebuah tulisan berjudul "Kecewa" yang saya masukkan dalam buku saya "Manusia Sisa-Sisa" silahkan beli dan baca disini, Buku Manusia Sisa-Sisa (Sorry, lagi promosi wkwk).
Sialnya, prinsip saya kadang membuat saya terlalu banyak membenci, bukan pada orang, tapi pada sikap-sikap yang labil dan tak berprinsip.
"Seseorang, (terutama laki-laki) TIDAK PANTAS DIJADIKAN SANDARAN HIDUP BILA TIDAK MEMILIKI PRINSIP)" Kata-kata ini saya tanamkan kuat-kuat alam pikiran saya.
Saya bebal dalam hal tertentu, tetapi saya selalu terbuka untuk hal baru. Jadi, bila ada pikiran lain ata kata-kata saya yang salah silahkan luruskan di kolom komentar. Bila kalian tidak mengerti isi tulisan saya ini, karena memang tulisan ink abmuradul dan tidak sempurna jika dijadikan bahan untuk memahami arti prinsip dan idealisme, makan kembalilah ke paragraf awal dan membaca quote dari Tan Malaka, itulah kesimpulannya.
Terima kasih bagi kalian yang lagi gabut dan membaca tulisan ini sampai akhir.
Salam hormat,
Manado, 16 Maret 2023.
1 comments
Sangat patriarki skliiii π₯²ππ»ππ»
BalasHapus